(0362) 3361321
busungbiu@bulelengkab.go.id
Kecamatan Busungbiu

Kerajinan Upih Sebagai Icon Tradisi Masyarakat Busungbiu

Admin busungbiu | 05 Januari 2015 | 4881 kali

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar yang diakui oleh sekelompok masyarakat dan dipergunakan oleh sekelompok masyarakat (Koentjaraningrat, 1985). Selain itu juga pengertian Budaya menurut Supartono (2004) adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.

Desa Busungbiu merupakan sebuah desa tua yang berakulturasi dengan kebudayaan Majapahit sehingga mempunyai banyak tradisi-tradisi dalam bidang seni, upacara, serta tradisi unik lainnya yang sangat unik. Desa yang terletak di Bali Utara ini merupakan sebuah desa tua yang masih eksis memegang dan menjalankan tradisi-tradisi leluhurnya. Keunikan dari tradisi-tradisi tersebut tidak terlepas dari bagaimana perjalanan sejarah desa ini. Dilain hal kebudayaan-kebudayaan yang beragam di Indonesia harus tetap dileastarikan karena keberagama budaya Indonesia merupakan suatu Identitas Bangsa sesuai dengan semboyan Bhineka Tungal Ika.

Sesuai dengan penjelasan diatas salah satu tradisi yang ada di desa Busungbiu yang mempunyai keunikan adalah Tradisi Meboros (berburu). Tradisi ini merupakan tradisi yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali dalam upacara Pujawali Krama. Dalam tradisi ini seluruh masyarakat Busungbiu khususnya para pria berkumpul untuk melakukan perburuan hewan yaitu Kijang ke hutan. Kijang yang didapat nantinya dijadikan sarana prasarana upacara yang dilakukan di Pura Desa setempat, dan setelah selesai di upacarai daging Kijang tersebut dimasak menjadi makanan khas Bali yang bernama lawar. Lawar tersebut dibagi-bagikan kepada seluruh masyarakat Busungbiu. Namun hal unik tersebut berasal dari bagaimana perlengkapan yang dibawa pada saat meboros tersebut.

Dalam tradisi Meboros tersebut masyarakat Busungbiu menggunakan perlengkapan unik yang terbuat dari pelepah pohon pinang sebagai sarana untuk melakukan perburuan yang disebut Upih. Benda kerajinan tersebut bisa dalam bentuk bermacam-macam seperti topi, baju, maupun bentuk-bentuk lainnya sehingga mempunyai daya tarik sendiri. Tradisi yang dilakukan setiap dua setengah tahun sekali itu masih tetap eksis sampai sekarang sehingga masyarakat Busungbiu secara tidak langsung berperan serta melestarikan budaya local yang ada di Bali pada umumnya.

Melihat keunikan tradisi ini maka Kerajinan Upih ini merupakan sebuah tradisi lokal yang menjadi indentitas lokal masyarakat Busungbiu yang patut dilestarikan. Melihat hal tersebut maka penulis ingin mengkaji lebih jauh tradisi ini baik dari sudut social, budaya maupun sejarahnya sehingga masyarakat tahu bagaimana keunikan kesenian yang di miliki oleh masyarakat Busungbiu

  Definisi budaya lokal yang berdasarkan visualisasi kebudayaan ditinjau dari sudut stuktur dan tingkatannya. Berikut adalah penjelasannya :

  1. Superculture, adalah kebudayaan yang berlaku bagi seluruh masyarakat. Contoh: kebudayaan nasional;
  2. Culture, lebih khusus, misalnya berdasarkan golongan etnik, profesi, wilayah atau daerah. Contoh : Budaya Sunda;
  3. Subculture, merupakan kebudyaan khusus dalam sebuah culture, namun kebudyaan ini tidaklah bertentangan dengan kebudayaan induknya. Contoh : budaya gotong royong
  4. Counter-culture, tingkatannya sama dengan sub-culture yaitu merupakan bagian turunan dari culture, namun counter-culture ini bertentangan dengan kebudayaan induknya. Contoh : budaya individualism (Andriana. 2010)

Dilihat dari stuktur dan tingkatannya budaya lokal berada pada tingat culture. Hal ini berdasarkan sebuah skema sosial budaya yang ada di Indonesia dimana terdiri dari masyarakat yang bersifat maajemuk dalam stuktur sosial, budaya (multikultural) maupun ekonomi.

Koentjaraningrat memandang budaya lokal terkait dengan istilah suku bangsa, dimana menurutnya, suku bangsa sendiri adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan ’kesatuan kebudayaan’. Dalam hal ini unsur bahasa adalah ciri khasnya. (Andriana. 2010)

Pandangan yang menyatakan bahwa budaya lokal adalah merupakan bagian dari sebuah skema dari tingkatan budaya (hierakis bukan berdasarkan baik dan buruk), dikemukakan oleh antropolog terkemuka di Indonesia yang beretnis Sunda, Judistira K. Garna. Menurut Judistira (2008:141), kebudayaan lokal adalah melengkapi kebudayaan regional, dan kebudayaan regional adalah bagian-bagian yang hakiki dalam bentukan kebudayaan nasional.

Merujuk pada beberapa pandangan sejumlah pakar budaya dan atau antropolog diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa budaya lokal dalam definisinya didasari oleh dua faktor utama yakni faktor suku bangsa yang menganutnya dan yang kedua adalah faktor demografis atau wilayah administratif.

 

Kerajinan tangan dalam arti sistematik merupakan suatu keterampilan dalam perencanaan, pembuatan, atau mengeksekusi (ketangkasan). Dalam pengertian kerja kerajinan tangan merupakan suatu pekerjaan atau usaha yang membutuhkan ketangkasan manual atau carpenter’s artistic. Dalam pengertian kata sifat kerajinan tangan merupakan suatu keterampilan untuk memperoleh hasil yang diinginkan (Kamus Bahasa Indonesia, par. 1).

Sedangkan fungsi dari Kerajinan Tangan menurut Sutardji ada tiga yaitu:

  1. Sebagai benda pakai, adalah seni karya yang diciptakan mengutamakan fungsinya, adapun unsure keindahannya hanyalah sebagai pendukung
  2. Sebagai benda hias, yaitu seni karya yang dibuat sebagai benda pajangan atau hiasan. Jenis ini lebih menonjolkan aspek keindahan daripada aspek kegunaan atau segi fungsinya
  3. Sebagai benda mainan, adalah seni karya yang dibuat untuk digunakan sebagai alat permainan